Kamis, 10 September 2015

AWAS, KERACUNAN KERANG



Kerang Simping

Kasus keracunan makanan produk perikanan, terutama kerang, cukup sering terjadi.  Suara Merdeka tanggal 22 Oktober 2014 memberitakan empat warga Desa Abar-abir, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, meninggal dunia setelah sarapan dengan lauk kerang simping.  Diduga kuat mereka korban keracunan.

Memang produk perikanan adalah bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna.  Disamping itu, harganya jauh lebih murah dibandingkan sumber protein yang lain.  Namun berdasarkan tingkat keamanannya, hasil perikanan dan produk olahannya termasuk kelompok bahan/produk pangan beresiko tinggi, oleh karena itu untuk beberapa jenis produk perikanan, masyarakat perlu kehati-hatian dalam mengkonsumsinya, karena mempunyai potensi menyebabkan keracunan.

Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya keracunan produk perikanan, yaitu sifat produk perikanan itu sendiri (yang mudah busuk), cara pengolahan atau penyimpanannya, dan bisa pula karena pengaruh dari luar.

Penyakit yang timbul karena mengkonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan dan intoksikasi (keracunan) makanan.  Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi produk perikanan yang mengandung bakteri patogen yang tumbuh pada produk perikanan tersebut sehingga menimbulkan penyakit.  Contoh dari bakteri patogen tersebut adalah Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan Salmonella.  Intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi produk perikanan yang mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh bakteri atau jamur.  Jadi, peristiwa keracunan terjadi karena menelan produk perikanan yang mengandung racun (toksin) yang dihasilkan oleh mikroba.  Namun juga ada beberapa jenis ikan yang secara alam mengandung racun, baik pada keseluruhan tubuhnya memang mengandung racun ataupun bagian tertentu saja.  Racun yang dikandung ikan tersebut dapat menyebabkan keracunan atau mengakibatkan kematian bagi yang mengkonsumsinya.  Sebagian besar ikan beracun tersebut hidup di perairan tropis dan subtropis.  Beberapa jenis racun tersebut tidak dapat dirusak oleh proses pemasakan, sehingga orang yang mengkonsumsi produk perikanan tersebut akan tetap mengalami keracunan. 

Jenis keracunan kerang 

Setidaknya, telah dikenali empat jenis keracunan yang timbul akibat mengkonsumsi kerang (Arisman, 2009), yaitu paralytic shellfish poisoning (PSP), neurotoxic shellfish poissoning (NSP), diarrheal  shellfish poisoning (DSP), dan amnestic shellfish poisoning (ASP). 

Paralytic shellfish poisoning (PSP) disebabkan racun terkumpul dalam tubuh kerang akibat memakan plankton tertentu, yaitu dinoflagellata (Protogonyaulax sp) yang mengalami puncak pertumbuhan di musim panas.  Perairan yang ditumbuhi dinoflagellata dalam konsentrasi tinggi dikenal dengan sebutan ’red tide’.  Penebab keracunan ini adalah saxitoxin, yaitu racun yang bekerja memblok sodium channel.  Racunnya bersifat tahan panas, dan dapat bertahan didalam jaringan lunak kerang hingga dua tahun.  Gejala keracunan mulai tampak nyata sekitar 30 menit setelah menyantap kerang beracun, berupa parestesi mulut, lidah, gusi, serta muka; yang cepat sekali menyebar ke bagian distal anggota gerak.  Gejala lain berupa sensasi “melayang” (floating), sakit kepala, ataksia, otot lemah, paralisis, dan gangguan fungsi syaraf kranial.  Gejala akibat gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare, dan nyeri perut) jarang timbul.  Gagal napas dapat terjadi 2-12 jam setelahnya, yang biasanya menetap selama 72 jam. Kematian lazimnya terjadi pada 12 jam pertama akibat gagal napas.  PSP biasanya berakhir selama 3 hari, tetapi kelemahan otot menetap selama berminggu-minggu.  Pencegahan merupakan kunci keselamatan, golden period kasus ini adalah 30 menit pertama.  Oleh sebab itu, diagnosis harus tepat dan cepat. 

Neurotoxic shellfish poissoning (NSP), biasanya disebabkan oleh plankton Ptycodiscus brevis (Gymnodinium) yang menghasilkan brevitoxin sehingga keracunan ini kerap disebut brevitoxic shellfish poisoning.  Sedikit berbeda dengan PSP, awal gejala NSP biasanya terjadi sekitar 3 jam (15 menit hingga 18 jam) sehabis makan.  Gejala keracunan ini lebih ringan ketimbang PSP, berupa perubahan persepsi sensorik terhadap rangsang panas dan dingin (panas dirasa dingin, dan dingin dirasa panas).  Gejala lain adalah nyeri otot, lumpuh, sakit perut, muntah, diare, sakit kepala, susah menelan, frekuensi nadi melambat, dan dilatasi pupil.  Gejala akibat gangguan syaraf dan saluran cerna muncul bersamaan, lalu akan berakhir dalam waktu dati 1 hingga 72 jam.  Kesulitan bernapas jarang terjadi. 

Diarrheal  shellfish poisoning (DSP), sisebabkan oleh dinoflagellata Dinophysis, yang menimbulkan penyakit saluran cerna tanpa menimbulkan manifestasi neurologis.  Keracunan yang ringan ini menimbulkan gejala gastroenteritis (terbatas pada mual, muntah, diare, dan sakit perut) tidak lama (30 menit) setelah memakan kerang, dan biasanya akan berakhir dalam waktu sekitar 1-2 hari.  Gejala ini biasanya mereda tanpa pengobatan. 

Amnestic shellfish poisoning (ASP), disebabkan oleh domoic acid (dihasilkan oleh Diatomae) yang terkandung didalam jaringan kerang (juga udang) penyantap plankton Nitzschia pungens.  Daya tahan toksin ini terhadap panas tidak sekuat toksin PSP dan tidak dapat dirusak sempurna dengan pemanasan.  Gejala sering muncul agak lambat mencapai 5 jam (18 menit hingga 38 jam).  Gejala gangguan cerna adalah tanda pertama, yang selanjutnya diikuti oleh kebingungan, koma, kejang, dan syok akibat penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi yang rendah.  Kematian terjadi hanya pada 2 % kasus, terutama pada penderita berusia lanjut.  Pada sekitar 10 % kasus, penderita mengalami hilang ingatan jangka panjang serta kerusakan otot sensorik. 

Pencegahan 

Tindakan pencegahan terhadap keracunan akibat mengkonsumsi kerang agak sulit, karena tergantung dari kondisi perairan dimana kerang tersebut hidup.  Namun demikian  usaha-usaha pencegahan keracunan bagi masyarakat terutama yang suka mengkonsumsi kerang-kerangan perlu dilakukan melalui program monitor yang baik terhadap kerang yang dikonsumsi, maupun lingkungan perairan saat terjadi polusi materi organik dan pada saat blooming alga khususnya Dinoflagellata. 

Paling tidak masyarakat perlu lebih teliti memilih kerang yang segar dan bersih, akan lebih baik bila mengetahui dari perairan mana kerang tersebut diperoleh.  Untuk memilih kerang segar yang masih bercangkang, pastikan cangkang banyak yang terbuka, ini menunjukkan kerang tersebut masih hidup.  Untuk kerang yang telah dilepas dari kulit cangkangnya, pilihlah dagingnya masih padat dan terlihat utuh.  Warna daging kerang pilih yang belum berubah dari aslinya, apabila daging kerang telah berubah warna, menunjukkan bahwa kerang telah busuk.  Pilih yang beraroma amis yang khas, bukan yang sudah beraroma busuk.

-- (Disusun dari berbagai sumber) --

-- Trisno Utomo, pecinta perikanan, kelautan dan lingkungan